Sabtu, 14 Juni 2008

Demokrasi di Bumi Arema dan "Suap"

Sehabis Maghrib,saya akan menghadiri acara peluncuran buku Demokrasi di Bumi Arema yang berlangsung di Sasana Budaya Universitas Negeri Malang(UM).Saya mendapatkan undangan di acara yang menghadirkan langsung sang penulis,Bapak Peni Suparto,sang editor yang kebetulan teman saya,Liga Alam,dan juga ada bintang tamu Rieke Diah Pitaloka,yang kebetulan masih satu partai poitik dengan sang penulis.Siapa Peni Suparto?Dia adalah walikota non aktif yang akan kembali meramaikan bursa pilkada langsung di bulan depan.Jadi,bisa dibilang bahwa acara nanti malam sekaligus menjadi acara kampanye.Meski sang penulis membantahnya,orang mempersepsikan demikian.Termasuk saya.
Bukan berarti saya simpatisan sang calon walikota tersebut.Bukan pula anggota partai politik yang sama dengannya.Saya hanya tertarik karena dua hal.Pertama,ingin melihat bagaimana teman saya atau si Liga Alam ini memaparkan sinopsis buku tersebut.Sebagai seorang teman,bohong kalau saya bilang tak tertarik untuk menonton Liga yang kebetulan jadi salah satu "bintang acara" tersebut.Alasan yang kedua,saya tertarik untuk mendapatkan buku gratis.Sebab,saat mengisi buku tamu nanti,undangan yang kita bawa bisa ditukar dengan buku gratis karya sang calon walikota.Soal buku gratis,inilah salah satu kesukaan saya.Dalam acara-acara bedah buku ataupun book fair,saya sering mendapat buku gratis setelah sata mengajukan pertanyaaan-pertanyaan,dean kebetulan pertanyaan-pertanyaan tersebut disukai oleh sang pembedah buku. Tetapi,khusus acara ini,semua orang yang memperoleh undangan akan mendapatkan buku gratis.Asyik...
Tadi adalah dua tujuan penting saya hadir di acara nanti malam.Sedangkan tujuan yang tak kalah pentingnya juga ada dua.Pertama,jelas ada acara makan-makan atau sekedar coffe break.Apalagi yang punya acara adalah cawali.Tidak mungkin kalau tak ada acara makan-makan.Hehehe...Terus yang kedua,ada "amplop" untuk kalangan pers.Kebetulan saya ada janji sama Mas Haryo,teman saya di FPKM(Fotum Penulis Kota Malang) yang juga kontributor majalah Matabaca.Pengalaman Mas Haryo sewaktu peluncuran buku Pak Peni juga beberapa bulan yang lalu,ada amplop sebesar 50.000 rupiah untuk setiap wartawan yang hadir.Karena itu,ia berharap akan dapat amplop yang isinya lebih besar daripada peluncuran beberapa bulan lalu itu,atau minimal sama.Alasannya,ini sudah dekat pilkada,jadi amplop harus lebih besar,hehehe....
Saya sendiri juga "kontributor" Indymedia Center,harian online internet yang beredaksi di Jakarta.Saya menyebut diri sebagai "kontributor Malang",sebab saya tinggal di kota Malang dan juga bernasib "malang" karena tulisan saya jarang dimuat di sana.Hehehe...(kok ketawa lagi).
Jadi,semua wartawan yang hadir akan disuap?
Ini susahnya,kawan.Suap atau uang sogokan susah untuk didefinisikan secara gamblang.Misalnya begini,anda hadir di pesta ulang tahun teman.Lalu ketika anda datang dikasih snack,makan besar,dan uang,misalnya 10 atau 20.ooo rupiah dari teman anda itu sebagai tanda ucapan terima ksih karena nada telah hadir dan turut memeriahkan acara.Lalu,ketika wartawan mengalami hal yang sama sebagai tanda ucapan terima kasih karena telah "bersusah payah" menulis berita tentang sebuah acara yang ia hadiri,apakah bisa dikategorikan suap?Saya berpendapat,terlalu terburu-buru untuk mengatakannya demikian.
Saya balik bertanya,apakah wartawan atau sekedar pencari berita lepas seperti saya tak bethak untuk menerima hadiah karena posisi atau profesi yang kami jalani ini?
Memang dalam kode etik jurnalistik ada aturan bahwa wartawan dilarang menerima sesuatu atau meminta sesuatu dari narasumber.Tetapi,lagi-lagi ini sebuah kalimat yang
rancu dalam penafsirannya.Saya sendiri setuju,tetapi jangan "digebyah uyah",dalam artian semua yang kita terima dari narasumber dianggap suap.
Begini.Misal anda seorang jurnalis/wartawan atau sekedar kontributor lepas seperti saya datang ke sebuah desa untuk mewancarai seorang petani.Anda mencari tahu tentang kegagalan panen di desa tersebut.Lalu,di rumah sang petani kita disuguhi segelas kopi,rokok,makanan kecil,atau bahkan anda diajak makan siang misalnya.Apakah itu juga dikategorikan suap?Sebab kita menerima "sesuatu" dari seorang narasumber.
Saya yakin anda bisa membedakannya.Demikian juga tatkala kami menerima uang tanda terima kasih dalam jumlah yang wajar.Kecuali kita memaksa sang calon walikota untuk membayar kami sejumlah sekian-jumlah yang tak masuk akal-agar liputan acara bedah buku itu dimuat,baru kami bisa dikatakan salah.Atau misalnya,sang cawali tadi menyodorkan sekian juta agar rencana kita untuk memuat korupsi yang pernah dia lakukan sewaktu menduduki jabatan yang dulu tidak jadi sehingga masyarakat tidak tahu.Inilah yang bisa dikategorikan suap atau sogokan.
Jadi,anda harus berpikir jernih dalam hal ini.Saya yakin anda semua bisa.Oke..?

Tidak ada komentar: